Ada sedikit penghiburan untukku ketika persahabatanku dengan Echy belum pulih seperti sedia kala. Beben yang biasanya selalu "berseteru" denganku tiba-tiba jadi baiiiik banget. Kuakui, dia itu sebenarnya emang baik banget, apalagi sama kami sahabat-sahabat ceweknya. Tapi kadang ia mengekspresikan rasa sayangnya dengan cara yang menurutku kurang tepat. Ia memang harus lebih banyak belajar menggunakan "bahasa perempuan". Lihat saja ketika ia memojokkan aku yang dianggapnya tidak mempedulikan perasaan Reza, atau ketika Echy "meneror" Pramu dengan telpon-telponnya. Ketika berdiskusi sama Najma pun, ia tak segan berdebat sengit. Untung saja Najma yang cerdas dan bijak itu bisa meladeninya.
Dan saat-saat seperti ini, Beben rasanya bak kolak ketika berbuka puasa, atau es teler ketika dahaga menyapa karena mentari menyengat tepat di atas kepala...hahaha...hiperbolis nggak sih...? Tapi beneran, hari-hariku jadi terasa berbeda dibandingkan selama ini ketika banyak waktu luang sering kuhabiskan bersama Echy. Rasanya lebih berkualitas (sori, Chi...bukannya bersamamu tidak berkualitas ya...!), bagaimana tidak? Beben itu tidak pernah melewatkan berita apapun, terutama politik dan bola. Dan dia itu kritisnya luar biasa, belum lagi buku-buku bagus yang selalu ia baca, gak kayak aku yang doyannya novel aja. Itu belum termasuk referensinya soal musik dan film...beuh...ngobrol sama dia berasa nonton
Kick Andy atau
Mata Najwa!
Tapi nih...ada satu kelemahannya, jangan bicara sama dia soal cinta, kagak bakal nyambung!!! Itu mungkin sebabnya kisah cintanya selalu kandas, pemahamannya soal perempuan memang minim banget sih...(sori, Ben...
just my opinion lho!). Kayaknya ini saat yang tepat baginya untuk belajar memahami sosok berjudul perempuan, dari seorang perempuan tentunya. Dan aku akan dengan senang hati mendengar curhatnya, asal ia juga dengan senang hati mau meminjamkan buku-buku dan koleksi filmnya. Hmmm...sekarang ini gak jamannya gratisan, Bung...hihihi...yang penting saling menguntungkan, ya kan kan kan kan...?
Di Gazebo taman belakang rumahku, Sabtu sore ini kami ngobrol ngalor ngidul, tentang apa saja...kecuali politik ya, denganku Beben agak membatasi diri karena ia tahu aku tidak begitu suka politik, kalau bola okelah...ia tahu aku suka nonton bola, meskipun cuma suka nonton pas Piala Dunia...atau sesekali kalau
Barca atau
Inter Milan main.
"Lin, emangnya semua cewek itu suka banget ya diperhatikan?" tanya Beben polos.
"Lah, gak cuma cewek, semua makhluk hidup juga butuh dan suka diperhatikan!" jawabku ringan.
"Maksudku, apakah perhatian itu jadi indikator utama bahwa seseorang itu sayang atau cinta?" tanya Beben lagi.
"Logikanya, kalau seseorang itu menyayangi seseorang, ia pasti peduli pada keadaan orang itu, selalu ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja, tidak mau melihatnya kecewa apalagi terluka...
so simple, isn't it?"
Beben diam saja, padahal aku sudah siap berdebat dengannya soal ini. Meskipun saat ini lagi jadi jomblowati paling tidak aku punya pengalaman yang tidak sebentar dalam urusan cinta. Hubunganku dengan Nino dulu bukan seumur jagung, cukuplah untukku belajar tentang bagaimana memahami seseorang.
"Kenapa ya, semua kisah cintaku selalu berakhir karena masalah perhatian? Menurutmu, aku terlalu cuek nggak sih?" tanya Beben serius.
"Cuek dan egois...!" jawabku, sontak Beben bangun dari tidurannya.
"Serius...?" tanyanya tak percaya.
"Dua rius...! Mau aku lebih jujur lagi?" tantangku, membuat Beben makin antusias.
"Kadang-kadang tidak peka dan tidak berperasaan...!" lanjutku.
"Jangan asal nuduh ya...!" seru Beben nggak terima.
"Oh...nggak gitu ya? Oke, kamu tuh perhatiaaaan banget sama cewekmu, sampai-sampai waktu Santi kecelakaan motor pun seminggu lewat kamu baru tahu...!" sindirku.
"Dan siapa itu yang ke mana-mana sering pergi sendiri karena cowoknya sibuk main futsal,
ngegame, rapat-rapat atau diskusi di kampus sampai tengah malam?" aku masih mereply "dosa-dosa" Beben.
"
That's my life...dia harus bisa ngerti dong...!" Beben nggak mau kalah.
"Itulah masalahmu...menuntut orang lain ngerti tapi kamu nggak mau tahu perasaan orang lain...!"
"Itu cuma analisamu kan, buktinya dia nggak pernah komplain?"
"Iya, karena dia cinta banget dan ogah ribut sama kamu...tapi akhirnya minta putus juga kan?"
Beben tercenung, sepertinya ia sedang mengingat saat-saat putus dari Santi, kekasih yang setahuku paling bisa ngertiin Beben dan paling lama bisa bertahan sama makhluk super cuek itu.
"Santi itu cinta banget lagi, Ben sama kamu...!" kataku pelan. Santi memang tidak bilang begitu padaku, tapi aku bisa melihat dari tatapan mata dan bahasa tubuhnya ketika ada di dekat Beben. Aku bisa melihat kekaguman pada sosok Beben dari binar mata Santi ketika melihat Beben berbicara, apalagi kalau sedang berbicara di sebuah forum.
"Begitu menurutmu...?" tanya Beben nggak yakin. Hmmm...memang benar-benar nggak peka nih cowok...!
"Kamu nggak inget SMS Santi sesaat setelah kalian putus?"
"SMS yang mana?" Beben mengernyitkan keningnya, mencoba mengingat-ingat SMS yang aku maksud.
"Yang kau tunjukkan padaku waktu kau termehek-mehek diputusin Santi, aku saja masih ingat kata-katanya!"
Beben terdiam. Ia dulu memang tidak menyangka Santi akan minta putus karena ia merasa semuanya baik-baik saja dan ia yakin Santi bisa memahami dia sepenuhnya. Tidak heran kalau ia cukup shock waktu itu.
"Dan kemanakah dirimu ketika hatiku merindukanmu? Kau selalu datang ketika rinduku sudah membeku...Mungkin aku memang harus melepasmu, agar kau tak lagi terbebani oleh rasa rinduku yang selalu menggebu...," aku mengulang kata-kata di SMS Santi dengan penuh perasaan, membuat Beben menangkupkan kedua tangannya ke wajahnya yang tiba-tiba mendung.
"Aku tuh jahat banget ya, Lin...?" tanya Beben pelan.
"
Definitely, yes...!" jawabku mantap,tanpa
tedeng aling-aling.
Beben menarik napas panjang, ia telungkupkan tubuh kerempengnya di atas bantal besarku. Berbeda dengan kebiasaannya tampil "sangar" di forum-forum diskusi atau saat dulu sering orasi di demo-demo mahasiswa, saat ini ia terlihat begitu rapuh, dan hanya kepada kami sahabat-sahabatnya ia tidak malu menunjukkan kerapuhannya.
"Sudah dua tahun...mungkin Santi sudah punya pacar lagi ya...?" gumam Beben.
"Mungkin saja...atau malah mungkin sudah kawin, punya suami yang jauh lebih perhatian, lebih sayang...punya anak yang lucu...!"
"
Oh, Shit...! Sahabat macam apa sih kamu, seneng banget lihat orang menderita!" teriak Beben sambil melempar bantal kecil di sampingnya ke arahku.
"Idiiih, segitunya...aku kan cuma mengungkapkan kemungkinan terburuk, bisa saja sebaliknya kan, Santi ternyata masih cinta banget sama kamu, masih punya rindu yang menggebu seperti dulu?" kataku sambil melempar balik bantal itu ke arahnya.
"Nah...gitu, dong...!"" kata Beben ringan, tangannya mengambil bantal kecil itu dan menyelipkan ke ketiaknya.
"Huaaaaa...nggak mauuuu...ntar bauuuu...!" teriakku, tanganku spontan merebut bantal itu dari Beben. Soalnya aku tahu, kalau lagi suntuk Beben itu punya hobi malas mandi.
Beben terkekeh-kekeh, ia balikkan tubuhnya dan meletakkan kedua tangan di bawah kepalanya.
"Kalau bener Santi belum punya pacar lagi, mau gak ya dia balikan sama aku?" tanya Beben dengan pandangan menerawang, seperti tidak yakin pada dirinya sendiri.
"Kalau aku jadi Santi nih ya...aku bakal minta garansi kalau pengen balik lagi," kataku.
"Idihh...emang beli tipi pake minta garansi?"
"Iya dong...nggak maulah dicuekin kayak dulu lagi. Emang kalau kalian bisa balikan, apa yang pengen kamu lakuin biar Santi nggak pergi lagi?" pancingku.
"Ya, aku bakal bikin dia bahagialah...melakukan apapun yang bisa bikin dia senang, tidak akan membiarkan dia kecewa, tidak boleh ada air mata keluar dari matanya yang indah, kecuali air mata bahagia...," kata Beben mantap.
"Yakin...?" godaku.
"
Absolutely, yes...! Aku tidak mau terperosok dua kali dalam lubang yang sama, karena aku bukan keledai...!"
"Tapi...kedelai...!" sambungku. Beben menoleh sambil tersenyum.
"Ya ya ya...kedelai
is okay...banyak proteinnya, bagus kan untuk kesehatan hubungan kami? He he he...," Beben terkekeh-kekeh lagi.
Aku memikirkan sebuah rencana untuk Beben dan Santi.
Feelingku mengatakan Santi juga masih berharap bisa kembali pada Beben, secara tidak sengaja aku masih sering membaca status-status pesbuknya dan beberapa tulisan di blognya yang menyiratkan kerinduan pada seseorang, aku berharap seseorang itu adalah Beben. Aku akan membantu Beben mengais sepotong rindu yang masih tersembunyi di hati Santi.
"Duuh, repot banget ternyata nggak ada Echy, punya kerjaan baru jadi sopir!" sungut Beben ketika aku memintanya mengantar beli novel
Marmut Merah Jambunya Raditya Dika.
"Yah...itung-itung belajar sabar kalau ntar punya pacar lagi!" kataku.
"Kalau aku nyari pacar juga gak bakal nyari cewek manja yang ke mana-mana minta dianterin, harus ditemenin," Beben masih bersungut-sungut sambil merengut kayak marmut.
"Yaelah...gak setiap hari ini...!"belaku sambil tersenyum-senyum penuh arti. Hmmm...kamu bakal nyesel ngomong gitu, Ben...kalau tahu apa yang aku rencanakan buat kamu.
Tidak sulit sebenarnya menemukan novelnya Dika karena sudah tertata rapi di depan pintu masuk Gramedia. Aku bisa saja tinggal mengambilnya, membayarnya di kasir lalu pulang...oh, tentu mentraktir makan Beben dulu biar dia agak sedukit sumringah, tapi aku punya rencana lain.
Mataku mencari-cari, bukan sesuatu tapi seseorang. Dan ketika mataku sudah menangkap sosok itu, aku menyeret Beben.
"Nyari buku tentang tanaman hias dulu, yuuk...Mama kan lagi suka banget berkebun!" ajakku, tidak peduli Beben yang masih merengut keki karena sedang asyik membolak-balik buku di rak.
Aku pura-pura mencari buku tentang tanaman hias, Beben juga ikut membolak-balik buku, tapi tangannya tiba-tiba berhenti, Aku pura-pura mengikuti pandangan matanya pada seseorang.
"Eh, itu kan Santi !?" seruku sok terkejut.
"Santiii...!" panggilku, tidak mempedulikan Beben yang tiba-tiba tubuhnya kaku.
"Hey...Alin, sama si...?" pertanyaan Santi menggantung ketika matanya menangkap sosok Beben.
"Hey, Ben...!" sapa Santi kikuk.
"Hey...apa kabar?" balas Beben tak kalah kikuknya. Hihihi...suka banget lihat Beben mati gaya.
"Kok kurusan?" tanya Santi setelah berhasil menguasai keadaan.
"Habis gak ada yang suka ngingetin makan lagi!" jawab Beben santai, Santi tersenyum-senyum penuh arti. Hmmm...sudah keluar tengilnya tuh cowok!
Diam-diam aku menyingkir, menuju rak tempat novel-novel kesukaanku. Aku tersenyum puas karena misiku berhasil. Sejak perbincangan dengan Beben tempo hari, tanpa sepengetahuannya aku mengumpulkan informasi tentang keadaan Santi saat ini. Setelah yakin bahwa santi memang belum punya pacar lagi, aku menyusun strategi untuk mempertemukan mereka lagi.
Setelah tadi pagi menelepon ke rumah dan Mamanya Santi bilang kalau Santi lagi ke toko buku ini, aku langsung nyamperin Beben ke rumahnya, pura-pura minta dianterin beli novel, memaksanya bangun, nungguin dia mandi (sambil berteriak-teriak agar ia mandi koboi saja!), rela mendengarkan ia bersungut-sungut...
and here we are...!
Promise...kalau Beben sudah berhasil mengais sepotong rindu di hati Santi dan ia tidak bisa menjaganya agar tetap berada di situ...tak ke mana...aku tidak akan peduli lagi padanya...meskipun dia jadi jomblowan sepanjang hidupnya!
You better keep my words, Ben...!